Indonesia yang memiliki banyak wilayah lautan sangat berpotensi untuk memproduksi garam. Hal ini membuat masyarakat dituntut untuk mengetahui proses pembuatan garam yang benar agar bisa memproduksi garam berkualitas dan bersaing dengan garam impor.
Meskipun lautannya sangat luas, tapi proses pembuatan yang salah bisa menyebabkan kegagalan panen dan mengurangi kualitas garam. Itulah mengapa proses pembuatan sesuai standar harus benar-benar diperhatikan dan hanya boleh dilakukan oleh petani yang sudah berpengalaman.
Faktor yang Wajib Diperhatikan Sebelum Proses Pembuatan Garam
Sebelum mengetahui proses pembuatannya, ada beberapa faktor yang wajib diperhatikan terkait lokasi dan kondisi tempat pembuatan garam. Faktor tersebut meliputi:
1. Kondisi Cuaca
Pembuatan garam sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca karena tahapannya dilakukan di area terbuka. Dua faktor alam yang bersentuhan langsung dengan proses pembuatan garam ini adalah suhu dan angin.
Angin kencang serta suhu udara yang panas bisa membantu mempercepat penguapan air menjadi garam. Sebaliknya, ketika suhu udaranya lembab tentu saja proses penguapannya lebih lambat.
Oleh karenanya, kondisi cuaca yang paling tepat untuk mengolah garam adalah saat musim kemarau, karena bisa mempercepat proses pembuatan dan menghasilkan garam dengan jumlah lebih banyak.
2. Kualitas Air Laut
Untuk petani garam yang memanfaatkan air laut dengan metode tradisional, tentu harus pandai memilih kualitas air laut yang akan dijadikan bahan utama membuat garam. Air laut disebut berkualitas kalau posisinya jauh dari muara sungai.
Ini disebabkan karena lokasi yang berdekatan memungkinkan air laut sudah tercampur dengan air tawar dan mengurangi kualitasnya sehingga sulit diolah menjadi garam. Selain itu, air laut minimal memiliki konsentrasi 25 sampai 29° Be agar kandungan Kalsium Sulfatnya tidak banyak mengendap.
3. Kondisi Tanah Area Penjemuran
Hal terakhir yang juga harus diperhatikan sebelum membuat garam adalah memilih tanah area penjemuran yang tepat. Tanah yang baik untuk menjemur garam adalah memiliki daya serap namun tidak terlalu cepat.
Jika tanah terlalu cepat menyerap air laut, bisa menyebabkan jumlah garam yang dihasilkan berkurang karena proses pembentukan garam jadi lebih lambat dibandingkan penyerapannya oleh tanah.
Proses Pembuatan Garam dari Air Laut
Dalam aplikasinya, proses pembuatan garam dari air laut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai metode dan teknologi yang digunakan. Tentu saja proses pembuatan masing-masing metode memiliki beberapa perbedaan yang signifikan. Adapun cara pembuatan garam sesuai metodenya adalah:
1. Pembuatan Garam dengan Metode Tradisional
Sesuai namanya, metode ini dilakukan dengan alat seadanya dan umum digunakan oleh sebagian besar petani garam Indonesia. Cara pembuatan dengan metode ini adalah:
a. Mengambil dan Menampung Air Laut
Air bisa langsung diambil dari laut menggunakan pompa untuk ditampung dan dialirkan di tempat yang luas. Tempat yang luas ini bisa dibentuk menyerupai kolam penampungan dan dilengkapi tutup atau atap agar airnya tidak menguap.
b. Penuaan Air
Air yang sudah ditampung tadi selanjutnya dipindahkan ke petak khusus untuk proses penuaan air. Proses ini dilakukan untuk membersihkan air laut dari kotoran yang bisa mempengaruhi kualitasnya. Setelah dipastikan kondisinya bersih, barulah air ini ditempatkan pada banker sambil menunggu tahap kristalisasi.
c. Kristalisasi atau Penjemuran
Proses ini dilakukan dengan mengalirkan air laut tua ke petak yang digunakan untuk menampung air yang nantinya menjadi garam. Air yang sudah dialirkan lalu dijemur sekitar 2 hari hingga berubah menjadi kristal-kristal garam.
d. Pemanenan
Tahap terakhir adalah dengan memanen air laut yang sudah mengkristal menjadi garam. Kristal-kristal garam ini bisa dimasukkan ke dalam wadah berlapis saringan. Tujuannya agar air laut yang masih menempel pada garam bisa kering melalui saringan tersebut dan hasil garam lebih maksimal.
2. Proses Pembuatan Garam Menggunakan Teknologi Ulir Filter Geomembran
Metode ini biasanya dilakukan untuk menghasilkan garam yang kadarnya di atas 90% dan biasa disebut garam industri. Harga garam industri yang diproses dengan teknologi ini tentu harganya lebih tinggi karena kualitasnya lebih memenuhi standar.
Tahap pembuatan garam dengan teknologi ini meliputi:
a. Mempersiapkan Lahan
Tahap ini dimulai dengan menguras petak garam pada kolam penampungan pertama, kedua, petak untuk ulir besar, ulir kecil, serta meja garam.
b. Mengalirkan Air Laut pada Penampungan I
Selanjutnya, air laut bisa dialirkan dengan bantuan pompa ke kolam penampungan pertama. Air laut murni ini saat dialirkan memiliki densitas 0 – 1° Be.
c. Mengalirkan Air pada Penampungan II
Setelah densitas air dari penampungan I mencapai 3° Be, alirkan kembali ke penampungan II melalui petak ulir besar. Proses panjang ini bertujuan untuk memperlama proses penguapan sehingga kotoran pada air bisa tersaring dan lebih bersih.
d. Mengalirkan ke Penampungan III Setelah Diproses
Sebelum dialirkan ke penampungan III, air di penampungan II perlu diproses lagi agar tingginya mencapai 3 sampai 5 cm dengan densitas 12°Be. Jika sudah memenuhi densitas tersebut, alirkan laagi ke penampungan III melewati petak ulir kecil.
e. Mengalirkan ke Meja Garam
Setelah mencapai densitas 20 sampai 25 °Be, alirkan lagi air tersebut ke meja garam. Perjalanan yang dibutuhkan untuk mengalirkannya dari penampungan I tadi sekitar 14-15 hari sehingga lebih cepat dibandingkan cara tradisional.
3. Pembuatan Garam dengan Metode CDM dan Teknologi GST
Pembuatan garam dengan teknologi dan metode ini memiliki kelebihan dari prosesnya yang lebih dinamis karena bisa dilakukan di musim hujan ataupun panas. Hanya saja pengerjaannya membutuhkan alat dan teknologi yang canggih yang susah didapatkan.
Langkah-langkah mengolah garam dengan cara ini di antaranya:
a. Penampungan Air
Sama dengan metode lainnya, langkah awal adalah dengan menampung air garam dalam teknologi yang disebut GST Bosem dan kadarnya sekitar 2 sampai 6 °Be. Dari GST Bosem ini juga dibutuhkan tempat penampungan air muda yakni GST Bunker Air Muda.
Bunker ini dipakai menampung air yang densitasnya memenuhi skala 5-6 °Be. Kalau air yang memenuhi skala ini jumlahnya cukup banyak. Barulah air bisa dipindahkan ke GST peminihan I sambil menunggu skala Baume nya memenuhi densitas 7 sampai 8 °Be.
b. Peningkatan Kejenuhan Air Dynamic Mixing
Dalam tahap ini dibutuhkan 6 GST yakni Peminihan II sampai VII untuk mencampur air agar skalanya yang tadinya 8 °Be bisa menjadi 25 °Be. Pemindahan ini terus melalui tahap pengontrolan agar skala Baume yang ada memenuhi kisaran yang dibutuhkan pada metode CDM yakni 8-13 °Be, 14-17 °Be, 18-21 °Be, serta 22-25°Be.
c. Proses Kristalisasi
Langkah terakhir adalah dengan mengalirkan air yang sudah melalui metode CDM ke dalam GST Meja Kristalisasi. Meja GST yang disediakan ada 4 yang dipakai menampung air laut tua dengan nilai skala mencapai 25°Be.
d. Pemanenan
Tahap panen dilakukan dengan meniriskan terlebih dahulu garam hasil kristalisasi selama sekitar 6 jam agar tidak ada bekas air laut yang tersisa. Selanjutnya, garam yang sudah tiris selama 6 jam tadi diangkut kembali ke gudang garam untuk ditiriskan ulang selama 4 hari.
Semua proses pembuatan garam di atas akan memberikan hasil yang maksimal jika faktor pendukungnya seperti cuaca, air, tanah, dan peralatannya memenuhi syarat. Apabila salah satu faktor tidak terpenuhi, tentu metode apa saja yang digunakan tidak akan mampu menghasilkan garam berkualitas.